LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN
GANGGUAN TERMOREGULASI
Disusun
oleh :
Nama : Intan NurKhasanah
Nim : 13021
2014
A. Definisi
Termoregulasi adalah Suatu pengaturan
fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan
panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.
Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme
fisiologis dan prilaku. Agar suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan
normal, hubungan antara prodksi panas dan pengeluaran panas harus
dipertahankan. Hubungan diregulasi melalui mekanisme neurologis dan
kardiovaskular. Perawat menerapkan pengetahuan mekanisme kontrol suhu untuk
meningkatkan regulasi suhu.
B. Asal panas
pada tubuh manusia
1.
Laju
metabolism basal (Basal Metabolisme Rate, BMR)
*
BMR
merupakan pemanfaatan energy di dalam tubuh.
*
Besarnya BMR
bervariasi sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
*
Faktor yang
menyebabkan BMR meningkat diantaranya cidera, demam, dan infeksi.
*
Meningkatnya
BMR menunjukkan tingginya metabolism
yang dialami klien.
2.
Laju
cadangan metabolism yang disebabkan aktifitas otot. Termasuk kontraksi otot
akibat menggigil.
3.
Peningkatan
produksi tiroksin
-
Hipotalamus
merespon terhadap dingin dengan melepas factor releasing.
-
Faktor ini
merangsang tirotropin pada adenohipofise untuk merangsang pengeluaran tiroksin
oleh kelenjar tiroid.
-
Efek
tiroksin meningkatkan nilai metabolisme sel di seluruh tubuh dan memproduksi
panas.
4.
Termogenesis
kimia
perangsangan produksi panas melalui
sirkulasi norepineprin dan epineprin atau melalui perangsangan saraf simpatis.
Hormon-hormon ini segera meningkatkan nilai metabolisme sel di jaringan tubuh.
Secara langsung norepineprin dan epineprin mempengaruhihati dan el-sel otot
sehingga meningkatkan aktifitas otot.
5.
Demam
Demam meningkatkan metabolisme
tubuh. Reaksi-reaksi kimia meningkat rata-rata 120% untuk setiap peningkatan
suhu 10o.
C. Sistem
pengaturan suhu
Suhu tubuh
manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Titik tetap tubuh dipertahankan
agar suhu tubuh inti konstan pada 36,8-37,4oC. Apabila pusat
temperature hipotalamus mendekati suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan
melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu
inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang
disebut titik tetap (set point). Tubuh manusia memiliki seperangkat system yang
memungkinkan tubuh menghasilkan, mendistribusikan, dan mempertahankan suhu
tubuh dalam keadaan konstan. Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh,
dikanal suhu inti (core temperature) yaitu
suhu yang terdapat pada jaringan dalam,
seperti cranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya
dipertahankan relative konstan (±37oC). selain itu ada suhu
permukaan (surface temperature),
yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan subkutan, dan lemak. Suhu ini
biasanya dapat berfluktuasi sebesar 40oC. Lokasi pengukuran
temperature tubuh : ketiak (aksila), sub lingual, atau rectal (dubur).
Temperature dubur lebih tingggi 0,3-0,5oC daripada temperature
aksila. Suhu rectal agak konstan bila dibandingkan dengan suhu-suhu di daerah
lain.
D.
Perbedaan Suhu
USIA
|
SUHU
|
3 bulan
6 bulan
1 tahun
3 tahun
5 tahun
7 tahun
9 tahun
11 tahun
13 tahun
Dewasa
>70
tahun
|
37.5
37.7
37.7
37.2
37.0
36.8
36.7
36.7
36.6
36.4
36.0
|
·
Hipotermi :
suhu tubuh <36oC.
·
Normal :
suhu tubuh antara 36-37.5oC
·
Febris/pireksia
: suhu tubuh 37.5-40oC
·
Hipertermi :
suhu tubuh >40oC
E. Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Termoregulasi
a. Usia
suhu tubuh bayi dapat berespon
secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan. Bayi baru lahir mengeluaran
lebih dari 30% panas tubuhnya melalui kepala oleh karena itu perlu menggunakan
penutup kepala untuk mencegah pengeluaran panas.
Regulasi suhu tidak stabil sampai
pubertas. Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati
masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh lebih sempit daripada dewasa
awal. Suhu oral 35 ºC tidak lazim pada lansia dalam cuaca dingin. Namun rentang
suhu tubuh pada lansia sekitar 36 ºC. Lansia terutama sensitif terhadap suhu
yang ekstrem karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol
vasomotor ( kontrol vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan
subkutan, penurunan aktivitas kelenjr keringat dan penurunan metabolisme.
b. Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah
dalam pemecahan karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan
metabolisme dan produksi panas. Segala jenis olahraga dapat meningkatkan produksi
panas akibatnya meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari
jarak jauh, dapat meningatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41 ºC.
c. Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh
yang lebih besar dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi
menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Kadarprogesteron meningkat dan menurun secara
bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh
beberapa derajat dibawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai
terjadi ovulasi. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita menopause. Wanita yang
sudah berhenti mentruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat
banyak, 30 detik sampai 5 menit. Hal tersebut karena kontrol vasomotor yang tidak
stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi.
d. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai 1 ºC
selama periode 24 jam. Bagaimanapun, suhumerupakan irama stabil pada manusia.
Suhu tubuh paling rendah biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari.
Sepanjang hari suhu tubuh naik, sampai sekitar pukul 18:00 dan kemudian turun
seperti pada dini hari. Penting diketahui, pola suhu tidak secara otomatis pada
orang yang bekerja pada malam hari dan tidur di siang hari. Perlu waktu 1-3 minggu
untuk perputaran itu berubah. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah
sesuai usia. Penelitian menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada
lansia
e. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui
stimulasi hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan
panas. Klien yang cemas saat masuk rumah sakit atau tempat praktik dokter, suhu
tubuhnya dapat lebih tinggi dari normal
f. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji
dalam ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu
tubuh melalui mekanisme pengluaran-panas dan suhu tubuh akan naik. Saat berada
di lingkungan tanpa baju hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena penyebaran
yang efektif dan pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan lansia paling
sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekaisme suhu mereka kurang
efisien.
F. Efek panas
pada manusia
Efek panas
terbagi dalam 3 bagian :
1. Fisik.
Panas menyebabkan zat cair, padat,
dan gas mengalami pemuaian ke segala arah.
2. Kimia.
Kecepatan reaksi kimia akan
meningkat dengan kecepatan temperature.Reaksi oksidasi permeabilitas pada jaringan akan terjadi peningkatan
metabolisme peningkatan pertukaran
zat kimia tubuh dalam cairan tubuh.
3. Biologis.
Efek panas terhadap fisik dan kimia peningkatan sel darah putih, peradangan
dan dilatasi pembuluh darah peningkatan
sirkulasi darah dan peningkatan tekanan kapiler dan pH darah menurun.
G. Perubahan suhu
1. Demam
Terjadi karena mekanisme pengeluaran
panas tidak mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi
panas yang mengakiatkan peningkatan suhu abnormal. Demam biasanya tidak
berbahaya jika <39o C. Demam terjadi akibat perubahan set point
hipotalamus.
Pola demam :
a. Terus menerus : tingginya menetap >24 jam, bervariasi (1-2)oC.
b.
Intermitten : demam memuncak secara berseling
dengan suhu normal.
c. Remitten : demam memuncak dan turun tanpa kembali ke tingkat suhu normal.
d. Relaps : periode episode demam diselingi
dengan tingkat suhu normal, episode demam dengan normotermia dapat memanjang
lebih dari 24 jam.
2. Kelelahan
akibat panas
Terjadi bila diaphoresis yang banyak menyebabkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan. Juga disebabkan
olehlingkungan yang panas.
3, Hipotermia
peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan
produksi panas. Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi
mekanisme pengeluaran panas.
4. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar
matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme
pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke, kedaruratan yang
berbahaya panas dengan angka mortalitas yg tinggi. Klien berisiko termasuk yang
masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular,
hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik. Yang juga termasuk beresiko adalah
orang yang mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan
panas (mis. Fenotiasin, antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis
reseptor beta- adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan olahraga atau
kerja yang berat (mis. Atlet, pekerja kontruksi dan petani). Tanda dan gejala
heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot,
gangguan visual, dan bahkan inkotinensia. Tanda yang paling dari heatstroke
adalah kulit yang hangat dan kering.
Penderita heatstroke tidak
berkeringat karena kehilangn elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus.
Heatstroke dengan suhu lebih besar dari 40,5 ºC mengakibatkan kerusakan
jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan
suhu tubuh kadang-kadang setinggi 45 ºC, takikardia dan hipotensi.
5. hipotermia
pengeluaran panas akibat paparan
terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi
panas, mengakibatkan hipotermia. Hipotermia diklasifikasikan melalui pengukuran
suhu inti. Hal tersebut dapat terjadi kebetulan atau tidak sengaja selama
prosedur bedah untuk mengurangi kebutuhan metabolik dan kebutuhan tubuh terhada
oksigen.
Hipotermia aksidental biasanya
terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu
tubuh turun menjadi 35 ºC, klien menglami gemetar yang tidak terkontrol, hilang
ingatan, depresi, dan tidak mampu menila. Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4
ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan darah turun. kulit menjadi
sianotik.
H. Mekanisme
tubuh ketika terjadi perubahan suhu
1.
Mekanisme
ketika suhu tubuh naik
a.
Vasodilatasi
:
disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior
(penyebab vasokontriksi) sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pad kulit,
yang memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga 8x
lipat lebih banyak.
b.
Berkeringat :
pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui
evaporasi.
c.
Penurunan
pembentukan panas : beberapa
mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan menggigil dihambat
dengan kuat.
2.
Mekanisme
tubuh saat suhu tubuh turun
a.
Vasokontriksi
kulit di seluruh tubuh karena rangsangan pada pusat
simpatis hipotalamus posterior.
b.
Piloreksi rangsangan
simpatis menyebabkan otot erector pili yang melekat pada folikel rambut
berdiri.
c.
Peningkatan
pembentukan panas system metabolisme meningkat melalui mekanisme menggigil,
pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta peningkatan sekresi
tiroksin.
I. Mekanisme
kehilangan panas melalui kulit
1.
Radiasi
pemindahan panas dari permukaan
suatu objek ke permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah
melalui gelombang elektromagnetik. Aliran darah dari organ internal inti
membawa panas ke kulit dank e pembuluh darah permukaan.
2.
Konduksi
perpindahan panas dari suatu objek
ke objek lain dengan kontak langsung. Terjadi melalui getaran dan gerakan
elektro bebas. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin maka panas
hilang. Panas berkonduksi melalui benda padat, cair, dan gas.
3.
Konveksi
perpindahan karena gerakan udara.
Aliran konveksidapat terjadi dikarenakanmassa jenis udara panas sangat ringan
dibandingkan dengan massa jenis udara dingin. Contoh : kipas angin listrik
meningkatkan kehilangan panas melalui konveksi.
4.
Evaporasi
perpindahan aliran panas ketika
cairan berubah menjadi gas. Evaporasi ini tidak dapat dikendalikan karena
evaporasi terjadi akibat difusi molekul air secara terus menerus melalui kulit
dan system pernafasan.
J. ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien yang
mengalami demam
a. Identitas diri :
-
Umur, jenis
kelamin, pekerjaan
b. Status
kesehatan :
keluhan utama : panas
c. Riwayat penyakit sekarang :
1) hipertermi : Pola Demam
a. Terus
menerus : tingginya
menetap >24 jam,
bervariasi
(1-2)oC.
b. Intermitten : demam
memuncak secara
berseling
dengan suhu normal.
c. Remitten : demam
memuncak dan turun
tanpa kembali ke tingkat suhu
normal.
d. Relaps : periode
episode demam diselingi
dengan tingkat suhu normal,
episode demam dengan
normotermia dapat memanjang
lebih
dari 24 jam.
Mulai timbulnya panas, berapa
lama, waktu, upaya untuk
mengurangi.
2) hipotermi : Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak
diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35 ºC, klien
mengalami
gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menelan.
Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4 ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan
tekanan darah turun. kulit menjadi sianotik.
d.
Riwayat
kesehatan lalu
1)
Hipertermi : sejak kapan timbul demam, sifat
demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn,
eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
2) Hipotermi : tanyakan suhu pasien
sebelumnya, sejak kapan timbul gejala gemetar, hilang ingatan, depresi dan
gangguan menelan.
e.
Riwayat
penyakit keluarga.
(riwayat
penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota
keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak)
f.
Riwayat
psikologis.
g. Pemeriksaan fisik :
1)
hitung TTV
ketika panas terus menerus dan sesuai perintah (2/4 jam)
2)
inspeksi dan
palpasi kulit, ceg turgor (dingin, kering, kemerahan, hangat, turgor menurun)
3)
tanda-tanda
dehidrasi
4)
perubahan
tingkah laku : bingung, disorientasi, gelisah, disertai dengan sakit kepala,
nyeri otot, nousea, photopobia, lemah, letih, dll.
2. Diagnosa
a.
Resiko
ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan hipertermia
b.
Hipertermia
berhubungan dengan penyakit
c.
Hipotermia
berhubungan dengan penuaan
3. Intervensi
a.
Resiko
ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan hipertermia
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu tubuh dalam
rentang normal.
Kriteria
hasil :
1)
Suhu tubuh
dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C
2)
Kulit tidak
teraba hangat
Intervensi :
1)
Evaluasi
lingkungan rumah tentang faktor – faktor yan dapat mengganggu suhu tubuh.
2)
Kaji tanda
dan gejal hipertermia
3)
Anjurkan
pasien atau keluarga untuk minum secara adekuat
4)
Instruksikan
keluarga unutk mengenali tanda dan gejala awal hipertermia : kulit kering,
sakit kepala, penignkatan suhu, iritabilitas, suhu diatas 37,8 0C,
dan kelemahan.
5)
Kolaborasi
dalam pemberian antipiretik sesuai kebutuhan
6)
Sesuaikan
suhu lingkungan sesuai dengan kebutuhan pasien.
b.
Hipertermia
berhubungan dengan penyakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam suhu tubuh dalam rentang normal.
Kriteria
hasil :
3)
Suhu tubuh
dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C
4)
Kulit tidak
teraba hangat
5)
Nadi dan
pernafasan dalam rentang normal yaitu :
Nadi : 60 -100 x/ menit, RR : 16 –
24 x / menit, sistole : 90 – 140 mmHg, diastole : 60 – 90 mmHg.
Intervensi :
1)
Pantau
hidrasi ( turgor kulit, kelembapan membran mukosa )
2)
Pantau TTV
dan warna kulit
3)
Ajarkan
pasien atau keluarga dala mebgukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara
dini hipertermia.
4)
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian antipiretik sesuai dengan kebutuhan.
5)
Kompres
dengan air dingin atau hangat
6)
Anjurkan
asupan cairan oral
7)
Lepaskan
pakaian yang berlebihan
c.
Hipotermia
berhubungan dengan penuaan
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu tubuh kembali
dalam rentang normal.
Kriteria
hasil :
1)
Suhu tubuh
dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C
2)
Kulit tidak
teraba dingin
3)
Pasien tidak
tampak menggigil, pucat dan merinding
4)
TTV dalam
rentang normal
Nadi : 16 – 24 x / menit, RR : 60 –
100 x / menit, sistole : 90 – 140 mmHg, diastole : 60 – 90 mmHg.
Intervensi :
1)
Kaji gejala
hipotermia ( perubahan warna kulit, menggigil, kelelahan, kelemahan, apatis,
dan bicara yang bergumam ).
2)
Kaji suhu
tubuh paling sedikit setiap 2 jam sesuai kebutuhan.
3)
Ajarkan pada
pasien, khusunya pasien lansia tentang tindakan untuk mence
4)
gah
hipotermia dari pajanan dingin.
5)
Kolaborasi
dalam teknik menghangatkan suhu basal ( hemodialisa, dialisis peritonial,
irigasi kolon ).
6)
Berikan
pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat – alat pemanas mekanik,
suhu ruangan yang disesuaikan, botol dengan air hangat, minum air hangat sesuai
dengan toleransi.
DAFTAR PUSTAKA
Cameron,
J.R, dkk. Fisika Tubuh Manusia, EGC.
Jakarta, 2006.
Gabriel,
J.F. Fisika Kedokteran, EGC. Jakarta,
1996.
Guyton &
Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
edisi 9, EGC. Jakarta, 1997.
M. Wilkinson, judith.
2006. Buku saku diagnosis keperawatan
dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC
Nanda international.
2012. Diagnosis keperawatan: definisi dan
klasifikasi 2012 – 2014. Jakarta : EGC
Potter &
Perry, Fundamental Keperawatan, volume 1,
EGC. Jakarta, 2005.
Udah di acc belum ini kak?
BalasHapus